1). Katanya di gereja tersebut ada CCTV yang aktif terus dan pengebom bunuh diri terekam dalam gambar. Kenapa CCTV itu tidak pernah diputar dan diperlihatkan ke publik? Dalam kasus bom Mariott televisi berulangkali menayangkan rekaman CCTV per adegan, sedangkan dalam kasus ini tak pernah diputar. Ada apa?
Berikut pernyataan Ketua FPI Surakarta, H Chorul RS, "ketika bombernya masuk dan memencet remote-nya sampai tiga kali, tidak meledak. Tapi setelah jamaah itu tidak banyak, tiba-tiba saja bom itu meledak sendiri. Artinya, ada pemicu dari luar."
2) Ahmad Yosepa Hayat (pelaku bom bunuh diri) dinyatakan DPO karena terlibat kasus Bom Cirebon. Faktanya dia bebas berkeliaran, bahkan sempat pulang ke rumah. Logika orang awam menyatakan: Bagaimana mungkin seorang DPO bisa bebas berkeliaran, pulang ke rumah, bahkan bisa mondar-mandir di depan gereja dan berkeliaran di wilayah yang menurut laporan intelijen akan terjadi ledakkan? Apakah polisi dan intelijen kita bodoh? Atau Ahmad Yosepa Hayat ini sengaja dipelihara?
3). Hanya hitungan jam, Presiden SBY sudah berani menyatakan bahwa pelaku adalah bagian dari kelompok teroris Cirebon? Kok, bisa secepat itu menyimpulkan, padahal tes DNA, uji forensik, dan penyelidikan belum dilakukan? Sedangkan untuk kasus tukang ojek Muslim yang dibunuh di Ambon, sudah belasan hari polisi tak pernah mengumumkan siapa pelakunya dan tidak bisa menangkap pelakunya? Apakah presiden sudah mengetahui sebelumnya bahwa akan ada kelompok Cirebon yang mengebom gereja?
4). Sebelum bom terjadi di Solo, Kementerian Luar Negeri Inggris sudah merilis pernyataan, bahwa akan ada bom di Semarang, Surabaya dan Solo? "Kami yakin serangan selanjutnya akan dilakukan di beberapa lokasi di Jawa, termasuk Semarang, Surabaya, dan Surakarta (Solo)," kata Kemlu Inggris. Kenapa mereka lebih dulu tahu, sedangkan intelijen kita kebobolan? Ada apa?
5) "Per tanggal 21 September (jauh hari sebelum bom Solo) itu sudah ada informasi intelijen, yang akan menjadikan Solo sebagai Ambon berikutnya," kata Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq. Logikanya, kalau intelijen sudah tahu akan ada bom di Solo, mengapa intelijen tidak bisa memantau pergerakan DPO yang masuk ke kota Solo? Mengapa pelaku bom yang merupakan DPO bisa bebas berkeliaran. Ada apa?
Jubir JAT Center Son Hadi pernah mendengar ucapan sepihak yang menyebut, bahwa pelaku pengeboman bisa dipastikan orang Islam. Orang itu beralasan, karena yang berani melakukan itu hanya orang Islam. “Saya kira, terlalu sederhana tuduhan semacam itu.”
Son Hadi merasa aneh, pasca Bom Solo, Presiden SBY langsung menyebut, bahwa pelakunya adalah jaringan Cirebon. Dalam aturan informasi, berita yang masuk ke Presiden harus A1, bukan dusta. Dari informasi itu, kemudian menganalisa TKP. Bukan tidak mungkin, ada pengkondisian untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari isu yang sedang dihadapi penguasa. Tentu saja, ada pengaruh asing di dalamnya. (Desastian)
Berikut pernyataan Ketua FPI Surakarta, H Chorul RS, "ketika bombernya masuk dan memencet remote-nya sampai tiga kali, tidak meledak. Tapi setelah jamaah itu tidak banyak, tiba-tiba saja bom itu meledak sendiri. Artinya, ada pemicu dari luar."
2) Ahmad Yosepa Hayat (pelaku bom bunuh diri) dinyatakan DPO karena terlibat kasus Bom Cirebon. Faktanya dia bebas berkeliaran, bahkan sempat pulang ke rumah. Logika orang awam menyatakan: Bagaimana mungkin seorang DPO bisa bebas berkeliaran, pulang ke rumah, bahkan bisa mondar-mandir di depan gereja dan berkeliaran di wilayah yang menurut laporan intelijen akan terjadi ledakkan? Apakah polisi dan intelijen kita bodoh? Atau Ahmad Yosepa Hayat ini sengaja dipelihara?
3). Hanya hitungan jam, Presiden SBY sudah berani menyatakan bahwa pelaku adalah bagian dari kelompok teroris Cirebon? Kok, bisa secepat itu menyimpulkan, padahal tes DNA, uji forensik, dan penyelidikan belum dilakukan? Sedangkan untuk kasus tukang ojek Muslim yang dibunuh di Ambon, sudah belasan hari polisi tak pernah mengumumkan siapa pelakunya dan tidak bisa menangkap pelakunya? Apakah presiden sudah mengetahui sebelumnya bahwa akan ada kelompok Cirebon yang mengebom gereja?
4). Sebelum bom terjadi di Solo, Kementerian Luar Negeri Inggris sudah merilis pernyataan, bahwa akan ada bom di Semarang, Surabaya dan Solo? "Kami yakin serangan selanjutnya akan dilakukan di beberapa lokasi di Jawa, termasuk Semarang, Surabaya, dan Surakarta (Solo)," kata Kemlu Inggris. Kenapa mereka lebih dulu tahu, sedangkan intelijen kita kebobolan? Ada apa?
5) "Per tanggal 21 September (jauh hari sebelum bom Solo) itu sudah ada informasi intelijen, yang akan menjadikan Solo sebagai Ambon berikutnya," kata Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq. Logikanya, kalau intelijen sudah tahu akan ada bom di Solo, mengapa intelijen tidak bisa memantau pergerakan DPO yang masuk ke kota Solo? Mengapa pelaku bom yang merupakan DPO bisa bebas berkeliaran. Ada apa?
Jubir JAT Center Son Hadi pernah mendengar ucapan sepihak yang menyebut, bahwa pelaku pengeboman bisa dipastikan orang Islam. Orang itu beralasan, karena yang berani melakukan itu hanya orang Islam. “Saya kira, terlalu sederhana tuduhan semacam itu.”
Son Hadi merasa aneh, pasca Bom Solo, Presiden SBY langsung menyebut, bahwa pelakunya adalah jaringan Cirebon. Dalam aturan informasi, berita yang masuk ke Presiden harus A1, bukan dusta. Dari informasi itu, kemudian menganalisa TKP. Bukan tidak mungkin, ada pengkondisian untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari isu yang sedang dihadapi penguasa. Tentu saja, ada pengaruh asing di dalamnya. (Desastian)
http://intermezonews.blogspot.com/2011/10/membongkar-kejanggalan-kejanggalan-bom.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar